MAKALAH EXTREME

Handphone – Computer – Full Makalah

DOWNLOAD GRATIS KUMPULAN MAKALAH

Posted by wati on February 20, 2009

Globalisasi dan Indonesia 2030

Abad ke-21 adalah abad milik Asia. Pada tahun 2050 separuh lebih produk nasional bruto dunia bakal dikuasai Asia. China, menggusur Amerika Serikat, akan menjadi pemain terkuat dunia, diikuti India di posisi ketiga. Lalu, apa peran dan di mana posisi Indonesia waktu itu?

China dan India dengan segala ekspansinya, berdasarkan sejumlah parameter saat ini dan prediksi ke depan, sudah jelas adalah pemenang dalam medan pertarungan terbuka dunia di era globalisasi, di mana tidak ada lagi sekat-sekat bukan saja bagi pergerakan informasi, modal, barang, jasa, manusia, tetapi juga ideologi dan nasionalisme negara.

Globalisasi ekonomi dan globalisasi korporasi juga memunculkan barisan korporasi dan individu pemain global baru. Lima tahun lalu, 51 dari 100 kekuatan ekonomi terbesar sudah bukan lagi ada di tangan negara atau teritori, tetapi di tangan korporasi.

Pendapatan WalMart, jaringan perusahaan ritel AS, pada tahun 2001 sudah melampaui produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebagai negara. Penerimaan perusahaan minyak Royal Dutch Shell melampaui PDB Venezuela, salah satu anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) yang berpengaruh.

Pendapatan perusahaan mobil nomor satu dunia dari AS, General Motor, kira-kira sama dengan kombinasi PDB tiga negara: Selandia Baru, Irlandia, dan Hongaria. Perusahaan transnasional (TNCs) terbesar dunia, General Electric, menguasai aset 647,483 miliar dollar AS atau hampir tiga kali lipat PDB Indonesia.

Begitu besar kekuatan uang dan pengaruh yang dimiliki korporasi-korporasi ini sehingga mampu mengendalikan pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan dan menentukan arah pergerakan perdagangan dan perekonomian global.

Pada awal dekade 1990-an terdapat 37.000 TNCs dengan sekitar 170.000 perusahaan afiliasi yang tersebar di seluruh dunia. Tahun 2004 jumlah TNCs meningkat menjadi sekitar 70.000 dengan total afiliasi 690.000. Sekitar 75 persen TNCs ini berbasis di Amerika Utara, Eropa Barat, serta Jepang, dan 99 dari 100 TNCs terbesar juga dari negara maju.

Namun, belakangan pemain kelas dunia dari negara berkembang, terutama Asia, mulai menyembul di sana-sini. Dalam daftar 100 TNCs nonfinansial terbesar dunia (dari sisi aset) versi World Investment Report 2005, ada nama seperti Hutchison Whampoa Limited (urutan 16) dari Hongkong, Singtel Ltd (66) dari Singapura, Petronas (72) dari Malaysia, dan Samsung (99) dari Korea Selatan.

Sementara dalam daftar 50 TNCs finansial terbesar dunia, ada tiga wakil dari China, yakni Industrial & Commercial Bank of China (urutan 23), Bank of China (34), dan China Construction Bank (39).

Lompatan besar

Menurut data United Nations Conference on Trade and Development, pada tahun 2004 China adalah eksportir terbesar ketiga di dunia untuk barang (merchandise goods) dan kesembilan terbesar untuk jasa komersial, dengan pangsa 9 dan 2,8 persen dari total ekspor dunia.

Volume ekspor China mencapai 325 miliar dollar AS tahun 2002 dan tahun lalu 764 miliar dollar AS. Manufaktur menyumbang 39 persen PDB China. Output manufaktur China tahun 2003 adalah ketiga terbesar setelah AS dan Jepang. Di sektor jasa, China yang terbesar kesembilan setelah AS, Jepang, Jerman, Inggris, Perancis, Italia, Kanada, dan Spanyol.

Sementara India peringkat ke-20 eksportir merchandise goods (1,1 persen) dan peringkat ke-22 untuk jasa komersial (1,5 persen). Produk nasional bruto (GNP) China tahun 2050 diperkirakan 175 persen dari GNP AS, sementara GNP India sudah akan menyamai AS dan menjadikannya perekonomian terbesar ketiga dunia, mengalahkan Uni Eropa dan Jepang.

Ketika China membuka diri pada dunia dua dekade lalu, orang hanya membayangkan potensi China sebagai pasar raksasa dengan lebih dari semiliar konsumen sehingga sangat menarik bagi perusahaan ritel dan manufaktur dunia. Belakangan, China bukan hanya menarik dan berkembang sebagai pasar, tetapi juga sebagai basis produksi berbagai produk manufaktur untuk memasok pasar global. China awal abad ke-21 ini seperti Inggris abad ke-19 lalu.

China tidak berhenti hanya sampai di sini. Jika pada awal 1990-an hanya dipandang sebagai lokasi menarik untuk basis produksi produk padat karya sederhana, dewasa ini China membuktikan juga kompetitif dalam berbagai industri berteknologi maju. Masuknya China dalam keanggotaan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) semakin melapangkan jalan bagi negeri Tirai Bambu ini untuk menjadi kekuatan yang semakin sulit ditandingi di pasar global.

Di sektor padat karya, seperti tekstil dan pakaian jadi, diakhirinya rezim kuota di negara-negara maju membuat ekspor China membanjiri pasar dunia dan membuat banyak industri tekstil dan pakaian jadi di sejumlah negara berkembang pesaing harus tutup. Pangsa ekspor pakaian dari China diperkirakan akan melonjak dari sekitar 17 persen dari total ekspor dunia saat ini menjadi 45 persen pada paruh kedua dekade ini.

Hal serupa terjadi pada produk-produk berteknologi tinggi. Bagaimana China menginvasi dan membanjiri pasar global dengan produk-produknya, dengan menggusur negara-negara pesaing, bisa dilihat dari data WTO berikut.

Pangsa China di pasar elektronik AS meningkat dari 9,5 persen (tahun 1992) menjadi 21,8 persen (1999). Sementara pada saat yang sama, pangsa Singapura turun dari 21,8 persen menjadi 13,4 persen. Kontribusi China terhadap produksi personal computer dunia naik dari 4 persen (1996) menjadi 21 persen (2000), sementara kontribusi ASEAN secara keseluruhan pada kurun waktu yang sama menciut dari 17 persen menjadi 6 persen.

Pangsa China terhadap total produksi hard disk dunia juga naik dari 1 persen (1996) menjadi 6 persen (2000), sementara pangsa ASEAN turun dari 83 persen menjadi 77 persen. Pangsa China untuk produksi keyboard naik dari 18 persen (1996) menjadi 38 persen (2000), sementara pangsa ASEAN tergerus dari 57 persen menjadi 42 persen.

Semua gambaran itu jelas memperlihatkan China terus naik kelas, membuat lompatan besar dari waktu ke waktu, dan pada saat yang sama terus memperluas diversifikasi produk dan pasarnya. Gerakan sapu bersih China di berbagai macam industri—mulai dari yang berintensitas teknologi sangat sederhana hingga intensitas teknologi dan nilai tambah sangat tinggi—ini semakin mempertegas posisi China sebagai the world’s factory memasuki abad ke-21.

Sementara pada saat yang sama, negara-negara tetangganya justru mengalami hollowing out di industri manufaktur berteknologi tinggi dengan cepat. Di industri berintensitas teknologi rendah yang cenderung padat karya, China menekan negara-negara seperti Vietnam dan Indonesia yang basis industrinya masih sempit, yakni teknologi yang tidak terlalu complicated dan bernilai tambah rendah.

Sementara di industri yang berintensitas teknologi tinggi, China semakin menjadi ancaman tidak saja bagi negara seperti Taiwan dan Korsel, tetapi juga AS dan Jepang. China tidak hanya membanjiri dunia dengan garmen, sepatu, dan mainan, tetapi juga produk-produk komputer, kamera, televisi, dan sebagainya.

China memasok 50 persen lebih produksi kamera dunia, 30 persen penyejuk udara (air conditioners/AC), 30 persen televisi, 25 persen mesin cuci, 20 persen lemari pendingin, dan masih banyak lagi.

Inovasi

Bagaimana China bisa melakukan itu semua? Ada beberapa faktor. Pertama, perusahaan-perusahaan teknologi asing, menurut Deloitte Research, sekarang ini berebut masuk untuk investasi di China, antara lain agar bisa memanfaatkan akses ke pasar China yang sangat besar dan bertumbuh dengan cepat. Kedua, perusahaan-perusahaan lokal yang menarik modal dari investor China di luar negeri (terutama Taiwan) juga semakin terampil memproduksi barang-barang berteknologi tinggi.

Tidak statis di industri padat karya yang mengandalkan upah buruh murah, China kini mulai lebih selektif menggiring investasi ke industri yang menghasilkan high end products dan padat modal. Ini antara lain untuk mengurangi ketergantungan pada tenaga kerja murah yang mulai berkurang ketersediaannya.

Ketiga, perguruan-perguruan tinggi di China mampu mencetak barisan insinyur baru dalam jumlah besar setiap tahunnya, dengan upah yang tentu relatif murah dibandingkan jika menyewa insinyur asing. Setiap tahun, negara ini menghasilkan 2 juta-2,5 juta sarjana, dengan 60 persennya dari jurusan teknologi (insinyur). Sebagai perbandingan, di Indonesia lulusan jurusan teknologi hanya 18 persen, AS 25 persen, dan India 50 persen.

Untuk mendukung pertumbuhan industri teknologi tinggi padat modal yang menghasilkan high end products, pemerintahan China juga sangat agresif mendorong berbagai kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D), sejalan dengan ambisinya menjadi The Fastest Growing Innovation Centre of the World, dengan tahapan, strategi, dan implementasi yang sangat jelas untuk sampai ke sana.

Hampir di setiap ibu kota provinsi ada R&D centre-nya. Positioning strategy ini mengindikasikan China mulai masuk babak kedua dalam pembangunan ekonominya.

Ketiga, negara ini relatif memiliki infrastruktur yang sangat bagus untuk mengangkut komponen dan barang dari luar dan juga di seluruh penjuru negeri. China, dengan 1,3 miliar penduduk, memiliki 88.775 kilometer jalan arteri dan 100.000 kilometer jalan tol, atau rasio panjang jalan per sejuta penduduk 1.384 kilometer.

Sebagai perbandingan, Indonesia dengan 220 juta penduduk baru memiliki jalan arteri 26.000 kilometer dan jalan tol 620 kilometer (121 kilometer per sejuta penduduk). Itu pun sebagian besar dalam kondisi rusak. Pelabuhan-pelabuhan di China sudah mampu melayani seperlima volume kontainer dunia dan negara ini terus membangun jalan-jalan tol dan pelabuhan-pelabuhan baru.

Keempat, kebijakan pemerintah yang sangat mendukung, termasuk perizinan investasi, perpajakan, dan kepabeanan. Kelima, pembangunan zona-zona ekonomi khusus (20 zona) sebagai mesin pertumbuhan ekonomi sehingga perkembangan ekonomi bisa lebih terfokus dan pembangunan infrastruktur juga lebih efisien.

Hasilnya, tahun 2004 China berhasil menarik investasi langsung asing 60,6 miliar dollar AS dan 500 perusahaan terbesar dunia hampir seluruhnya melakukan investasi di sana. Bagaimana kompetitifnya China bisa dilihat di tabel. Di sini kelihatan China sudah memperhitungkan segala aspek untuk bisa bersaing dan merebut abad ke-21 dalam genggamannya.

Hal serupa terjadi pada India yang mengalami pertumbuhan pesat sejak program liberalisasi dengan membongkar ”License raj” pada era Menteri Keuangan Manmohan Singh tahun 1991. India kini sudah masuk tahap kedua strategi pembangunan ekonomi dengan menggunakan teknologi informasi (IT) sebagai basis pembangunan ekonominya.

Hampir seluruh pemain bisnis IT dunia sudah membuka usahanya di India, terutama di Bangalore. Tahun 2006, pendapatan dari IT India mencapai 36 miliar dollar AS. Malaysia, Thailand, dan Filipina juga beranjak ke produk-produk yang memiliki tingkat teknologi lebih kompleks dan bernilai tambah tinggi. Singapura dan Korsel mengarah ke teknologi informasi dan perancangan produk.

Pragmatisme

Bagaimana dengan Indonesia? Prinsip globalisasi adalah adanya pembagian kerja untuk mencapai efisiensi. Sinyalemen bahwa Indonesia dengan tenaga kerja melimpah dan upah buruh murah hanya kebagian industri ”peluh” (sweatshop) seperti pakaian jadi dan alas kaki dalam rantai kegiatan produksi global, terbukti sebagian besar benar.

China, India, dan Malaysia juga memulai dengan sweatshop, tetapi kemudian mampu meng-upgrade industrinya dengan cepat. Hal ini yang tidak terjadi di Indonesia. Kebijakan Indonesia menghadapi globalisasi sendiri selama ini lebih didasarkan pada sikap pragmatisme.

Direktur Eksekutif Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Hadi Soesastro (Globalization: Challenge for Indonesia) mengatakan, kebijakan pemerintah menghadapi globalisasi tidak didasarkan pada pertimbangan ideologis, tetapi lebih pada penilaian obyektif apa yang bisa dicapai negara-negara Asia Timur lain.

Apalagi, saat itu di antara negara-negara di kawasan Asia sendiri ada persaingan, berlomba untuk meliberalisasikan perekonomiannya agar lebih menarik bagi investasi global. Momentum ini didorong lagi oleh munculnya berbagai kesepakatan kerja sama ekonomi regional seperti AFTA dan APEC.

Pemerintah meyakini melalui liberalisasi pasar, industri dan perusahaan-perusahaan di Indonesia akan bisa menjadi kompetitif secara internasional. Sejak pertengahan tahun 1980-an, Indonesia sudah mulai meliberalisasikan dan menderegulasikan rezim perdagangan dan investasinya.

Selama periode 1986-1990, tidak kurang dari 20 paket kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi diluncurkan. Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Timur yang memulai program liberalisasi ekonomi dengan liberalisasi rezim devisa.

Namun, dalam banyak kasus, paket kebijakan yang ditempuh pemerintah untuk mendorong sektor swasta waktu itu cenderung reaktif dan tak koheren serta diskriminatif karena sering kali tidak menyertakan kelompok atau sektor tertentu dari program deregulasi. Jadi, tidak mendorong terjadinya persaingan yang sehat.

Pengusaha tumbuh dan menggurita bukan karena ia efisien dan kompetitif, tetapi karena ia berhasil menguasai aset dan sumber daya ekonomi, akibat adanya privelese atau KKN dengan penguasa.

Kini Indonesia terkesan semakin gamang menghadapi globalisasi, terutama di tengah tekanan sentimen nasionalisme di dalam negeri. Di pihak pemerintah sendiri, karena menganggap sudah sukses melaksanakan tahap pertama liberalisasi (first-order adjustment) ekonomi, pemerintah cenderung menganggap sepele tantangan yang menunggu di depan mata.

Ini tercermin dari sikap taken for granted dan cenderung berpikir pendek. Padahal, tantangan akan semakin berat dan kompleks sejalan dengan semakin dalamnya integrasi internasional. Belum jelas bagaimana perekonomian dan bangsa ini menghadapi kompetisi lebih besar yang tidak bisa lagi dibendung.

Jika China yang the world’s factory dan India yang kini menjadi surga outsourcing IT dunia berebut menjadi pusat inovasi dunia, manufacture hub, atau mimpi-mimpi lain, Indonesia sampai saat ini belum berani mencanangkan menjadi apa pun atau mengambil peran apa pun di masa depan. Jika Indonesia sendiri tak mampu memberdayakan dan menolong dirinya serta membiarkan diri tergilas arus globalisasi, selamanya bangsa ini hanya akan menjadi tukang jahit dan buruh.

Menurut seorang panelis, yang dibutuhkan Indonesia sekarang ini adalah visioning, repositioning strategy, dan leadership. Tanpa itu semua, kita tidak akan pernah beranjak dari transformasi yang terus berputar-putar. Dengan visi jelas, tahapan-tahapan yang juga jelas, dan komitmen semua pihak serta kepemimpinan yang kuat untuk mencapai itu, tahun 2030 bukan tidak mungkin Indonesia juga bisa bangkit kembali menjadi bangsa yang lebih bermartabat dan berdaya sebagai pemenang dalam globalisasi.

Oleh: Sri Hartati Samhadi

sumber: http://www.kompas.com/kompas-cetak/0605/20/sorotan/2658725.htm

Posted in Ekonomi | Leave a Comment »

makalah sistem politik dalam pemerintahan

Posted by wati on February 20, 2009

Partai politik merupakan organisasi sekelompok orang yang mendukung ideologi tertentu. Mereka berjuang mewujudkan ideologi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan politik dalam pemerintahan melalui pemilihan umum untuk melaksanakan alternatif kebijakan umum/kebijakan pemerintahan.
Fungsi Partai Politik
Fungsi utama partai politik adalah mencari dan mempertahankan kekuasaan dalam rangka mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Disamping itu, partai-partai politik juga melaksanakan fungsi lain, seperti sosialisasi politik, rekruitmen politik, partisipasi politik, pemanduan kepentingan, komunikasi, politik, pengendalian konflik dan kontrol politik.

Posted in Politik | Leave a Comment »

Posted by wati on February 20, 2009

DOWNLOAD GRATIS KUMPULAN MAKALAH

FERERENSI TUGAS & MATERI KULIAH

HOME | INDEX | GO

Filsafat Filsafat: Politik
Agama Topik
Etika Politik, Neotribalisme, dan Etika Solidaritas
Humanisme Filsafat Deregulasi
Politik Filsafat Politik, Politik Harian, dan Demokrasi
Umum Neoliberalisme
Semua Naskah Melampaui Kosmopolitanisme Politik
Antropologi Keyakinan

Posted in Politik | Leave a Comment »

The link to the image

Posted by wati on February 17, 2009

I have seen that you have experienced difficulties while placing the link to the image. I believe attached images will guide you. Please do not forget to give the correct link which has been provided by the advertiser.
See you soon.
Jen.


Posted in Bikin Blog | Leave a Comment »

How To Build A Successful Blog

Posted by wati on February 17, 2009

Today, I would like to give you some advice on building a successful blog.

1. The first important thing is to place an unforgettable image to the header of your blog. This will make a lasting impression on first time visitors.

2. Secondly and most importantly, write posts that are orginal. You need to have content that will take people’s interest. You must remember not to copy content from other sites or sources while writing your posts related to the topic or category of your blog.

3. You need to have one topic or category selected for your blog. Please try your best to publish your posts related to this one topic/category. Write a lot of posts and explanations regarding this topic. Try to read and reply all comments written for your posts. You can also visit other blogs and write comments for the posts giving the URL of your blog just to bring more readers to your blog on related topics.

4. Adding an image or a visual element to your posts will help you to describe what you are saying in a better way and in a better theme, but don’t add to many images since it may ruin your focus on content and load times.

Keeping your blog active is another thing you must keep in mind. Be sure to write few times a week, leaving your blog without making any updates will hurt your Search Engine Optimisation.

Posted in Makalah | Leave a Comment »

Posted by wati on February 17, 2009

Blog Advertising - Get Paid to Blog

Posted in Uncategorized | Tagged: , , | Leave a Comment »

Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing: Isu dan Realita

Posted by wati on February 16, 2009

Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing: Isu dan RealitaProf. Dr. Fuad Adbul Hamied, M.A.
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung

Makalah ini akan mengetengahkan gagasan pokok berkenaan dengan pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) yang sajiannya akan mencakupi landasan teoretis pengajaran bahasa asing, berbagai fenomena pengajaran BIPA, dan pemanfaatan media teknologi khususnya internet bagi pemelajaran BIPA. Pergeseran pengajaran bahasa ke arah yang interaktif memunculkan kajian yang melibatkan variabel lain seperti ciri masukan dan faktor lingkungan yang perlu dikaji dalam seleksi dan penyuguhan bahan belajar-mengajar. Prinsip-prinsip ini akan dilihat dari sisi relevansi dan fisibilitasnya bagi pengajaran BIPA, termasuk pemanfaatan akses ke wilayah rongga-siber untuk percepatan pemerolehan BIPA itu sendiri.

Pengajaran Bahasa Asing

Pembicaraan mengenai pengajaran bahasa tidak bisa dilepaskan dari konteks pembelajaran bahasa. Keduanya berkait erat dan melibatkan berbagai variabel yang jumlahnya banyak. Intinya adalah bahwa proses belajar mengajar bahasa itu bukan hal yang sederhana dan tidak bisa diamati sekedar sebagai potongan-potongan kegiatan mengeluarkan dan menimba bahan saja.Pengajaran bahasa asing, termasuk BIPA, sebagai kegiatan profesional telah melahirkan berbagai kerangka teoretis yang melibatkan berbagai disiplin. Antara tahun 1940 – 1960 tampak sekali adanya pandangan yang kokoh bahwa penerapan linguistik dan psikologi akan menjadi landasan terbaik guna memecahkan masalah pengajaran bahasa.

Selanjutnya, lahirlah berbagai model yang melihat faktor-faktor berpengaruh dalam menelorkan pedagogi bahasa, seperti model dari Campbell, Spolsky, Ingram, dan Mackey (baca Stern, 1983).

Pembelajaran bahasa sering hanya memusatkan perhatian pada tingkah linguistik saja dengan mengabaikan tingkah non-linguistiknya. Dalam konteks ini Bloomfield (1933:499) menyatakan bahwa

Whoever is accustomed to distinguish between linguistic and non-linguistic behavior, will agree with the criticism that our schools deal too much with the former, drilling the child in speech response phases of arithmetic, geography, or history, and neglecting to train him in behavior toward his actual environment.

Sistem pengajaran formal di sekolah dalam konteks pembelajaran bahasa hanya merupakan salah satu saja dari sekian banyak variabel terkait. Variabel lain yang patut dilihat adalah antara lain variabel pajanan (exposure), usia si pembelajar, dan tingkat akulturasi (Krashen, 1982:330).Dalam berbagai penelitian yang dilaporkan oleh Krashen (1982:37-43), pajanan itu terkadang berkorelasi positif dan berarti dengan kemahiran berbahasa, tetapi terkadang juga tidak. Dalam hal variabel usia yang sering diasumsikan sebagai suatu penduga kemahiran B2, Krashen, Long dan Scarcella yang dikutip oleh Krashen (1982:43) mengetengahkan generalisasi berikut berdasarkan hasil penelitiannya: (1) Orang dewasa bergerak lebih cepat dari pada anak-anak dalam melampaui tahapan dini perkembangan B2-nya; (2) dengan waktu dan pajanan yang sama, anak yang lebih tua melalui proses pemerolehan bahasa lebih cepat dari pada anak yang lebih muda; dan (3) pemeroleh yang memulai pajanan alamiah terhadap B2 pada masa anak-anak pada umumnya mencapai kemahiran B2 lebih baik dari pada yang memulai pajanan alamiahnya sebagai orang dewasa.

Tingkat akulturasi si pembelajar terhadap kelompok bahasa sasaran akan mengontrol tingkat pemerolehan bahasanya. Menurut Schumann yang diuraikan Larsen-Free man (di Bailey, Long & Peck (penyunting), 1983), akulturasi itu meliputi dua kelompok faktor: variabel sosial dan variabel afektif.

Sedikit berbeda dengan Krashen, Titone (di Alatis, Altman, dan Alatis (penyunting), 1981:74—75) menduga bahwa motivasi, bakat bahasa, dan jumlah waktu yang dipakai dalam belajar bahasa merupakan tiga faktor yang paling menonjol yang memberikan ciri pada pembelajaran B2.

Demikianlah, konteks pengajaran BIPA itu akan merambah ke berbagai hal terkait seperti ketersediaan dukungan lingkungan pembelajaran yang akan memberikan masukan/bahan yang akan dipelajari, guru dengan kemahiran berbahasa Indonesia yang memadai, siswa dengan segala cirinya, dan metode mengajar yang keefektifannya akan sangat bergantung pada semua faktor yang disebutkan terdahulu. Semuanya akan berinteraksi dalam membuat kegiatan belajar-mengajar BIPA menjadi betul-betul berhasil-guna.

Fenomena Pengajaran BIPA

Terdapat berbagai permasalahan yang berkaitan dengan tawaran BIPA di berbagai negara. Di Australia, seperti yang dituturkan Sarumpaet (1988), hambatan khas terhadap perkembangan BIPA adalah “kurangnya lowongan pekerjaan atau jabatan untuk mereka yang mempunyai kemahiran dalam BI.” Di Korea, menurut Young-Rhim (1988), “hambatan lain yang kami rasakan hanyalah mengenai materi pelajaran.” Di Amerika Serikat, persoalan mutu pelajaran masih harus diupayakan pemecahannya, sebagaimana diutarakan oleh Sumarmo (1988). Di Jerman, karena minat mempelajari bahasa dan kebudayaan Indonesia terus meningkat, upaya perlu dilakukan “melalui peningkatan penulisan dan penerbitan buku tentang Indonesia baik dalam bahasa asing maupun dalam bahasa Indonesia” (Soedijarto, 1988). Di Jepang guru BIPA “membutuhkan kamus yang lengkap, terutama kamus yang lengkap dengan contoh pemakaian kata yang cukup banyak” (Shigeru, 1988).Dalam menanggapi kebutuhan akan ketersediaan bahan masukan bahasa dalam konteks pengajaran BIPA ini, perlu diamati berbagai faktor: Misalnya, ada beberapa karakteristik masukan agar masukan itu bisa diperoleh secara cepat dalam konteks pemerolehan bahasa. Keterpelajaran masukan tersebut antara lain ditentukan dengan karakteristik: keterpahaman, kemenarikan dan/atau relevansi, keteracakan gramatis, dan kuantitas yang memadai (Krashen, 1982:62-73).

Karakteristik keterpahaman bisa diamati dari perkembangan pemerolehan B2 atau bahasa asihg lewat bahan yang tidak bisa dipahami. Karakteristik kemenarikan dan/atau relevansi diharapkan bisa mendorong si pemeroleh untuk memusatkan perhatian pada isi ketimbang pada bentuk. Masukan yang menarik dan relevan diharapkan mampu menciptakan kondisi pada si pemeroleh sedemikian rupa sehingga ia “lupa” bahwa apa yang sedang diresepsinya diproduksi dalam bahasa kedua atau asing. Dalam situasi belajar mengajar di kelas karakteristik ini sukar dipenuhi, karena keterikatan waktu dan keharusan meliput bahan yang sudah tentera dalam silabus. Dalam hal karakteristik keteracakan gramatis, diketengahkan bahwa manakala masukan itu terpahami dan makna dinegosiasi secara berhasil, masukan yang diisitilahkan oleh Krashen sebagai i+1 itu akan secara otomatis hadir.

Dalam membicarakan pengajaran dan pembelajaran bahasa, lingkungan, dalam pengertian “everything the language learner hears and sees in the new language,” (Dulay, Burt, dan Krashen, 1982:13), merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kaitan dengan keberhasilan pembelajaran bahasa itu. Faktor lingkungan makro meliputi (1) kealamiahan bahasa yang didengar; (2) peranan si pembelajar dalam komunikasi; (3) ketersediaan rujukan konkret untuk menjelaskan makna; dan (4) siapa model bahasa sasaran (Dulay, Burt dan Krashen, 1982:14). Sedangkan faktor lingkungan mikro mencakup (1) kemenonjolan (salience), yaitu mudahnya suatu struktur untuk dilihat atau didengar; (2) umpan balik, yaitu tanggapan pendengar atau pembaca terhadap tuturan atau tulisan si pembelajar; dan (3) frekuensi, yaitu seringnya si pembelajar mendengar atau melihat struktur tertentu (Dulay, Burt, dan Krashen, 1982:32).

Berkenaan dengan faktor lingkungan mikro, yang pertama adalah kemenonjolan (salience). Kemenonjolan ini merujuk pada kemudahan suatu struktur dilihat atau didengar. Ia adalah ciri tertentu yang tampaknya membuat suatu butir secara visual atau auditor lebih menonjol dari pada yang lain. Faktor lingkungan mikro yang kedua adalah umpan balik. Salah satu jenis umpan balik adalah pembetulan, yang lainnya adalah persetujuan atau umpan balik positif.

Faktor lingkungan mikro yang ketiga adalah frekuensi yang diasumsikan sebagai faktor berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa. Makin banyak si pembelajar mendengar suatu struktur, makin cepat proses pemerolehan struktur itu. Tetapi penelitian lain ternyata telah menelorkan hasil yang berbeda (Dulay, Burt, Krashen, 1982:32—37).

Ciri-ciri bahan masukan dalam pengajaran BIPA ini termasuk bahan masukan itu sendiri dalam bentuk bahan belajar-mengajar telah tersedia cukup banyak bila guru BIPA mau melanglangbuana ke sana ke mari lewat berbagai media yang ada. Salah satu di antara media yang akan membantu pengembangan bahan ajar serta akan berkontribusi pada upaya peningkatan berbahasa itu adalah media teknologi, khususnya internet.

Pemanfaatan Media Teknologi

Dewasa ini, sebuah lembaga pendidikan tanpa dilengkapi jaringan internet akan kehilangan dinamikanya sendiri. Dalam lingkupnya yang lebih kecil, tampaknya sudah mulai diancangkan bahwa seorang akademisi tanpa menceburkan diri ke lautan internet, akan menciptakan rongga kekosongan yang banyak dalam bidangnya masing-masing. Jaringan internet bagi seorang ilmuwan dapat berfungsi sebagai gudang informasi yang sangat luas liputannya. Dalam kaitannya dengan pengembangan pendidikan, internet dapat berfungsi baik sebagai sumber bahan maupun sebagai penata kerangka pemahaman dan kerangka berpikir bagi pendidikan maupun peserta didik itu sendiri.Mengakses internet menjadi lebih mudah dewasa ini tentu saja dengan catatan si pengakses mempunyai penguasaan akan bahasa asing. Penyedia akses menjadi lebih banyak terus. Di kota Bandung saja, terdapat beberapa pilihan penyedia akses internet, seperti netura, sidola, melsa, pos-giro, dan ibm. Salah satu di antara aplikasi standar internet adalah the world wide web yang lebih dikenal dengan singkatan www. Jaringan ini merupakan database yang terdistribusi yang di dalamnya berisi informasi dengan berbagai bidang liputan. Bahkan jurnal-jurnal pun beribu jumlahnya dapat diakses melalui jaringan ini.

Dalam sebutan sehari-hari kita mendengar kata e-mail, yang merupakan kependekan dari electronic mail. Istilah ini diindonesiakan menjadi surat elektronik, mungkin bagus kalau saya sebut saja ratnik. Sekarang alamat ratnik yang dimiliki seseorang sudah menjadi penanda kecanggihan orang tersebut.

Dengan menggunakan ratnik ini, seseorang dapat menerima dan membalas surat atau mengirimkan makalah secara langsung tanpa harus pergi ke kantor pos. Seorang mahasiswa dapat berhubungan langsung dengan tidak terbatas oleh jarak ruang maupun perbedaan waktu kepada dosen atau pembimbingnya. Ratnik ini sangat efektif dan efisien. Dalam waktu yang singkat, bila si penerima membuka internetnya, surat kita telah sampai dengan lengkap. Biaya pengirimannya menjadi sangat murah. Sebuah surat yang panjang akan beralih ke provider dari komputer orang yang akan menerima surat itu hanya dalam beberapa detik saja, walaupun orang tersebut berada di balik belahan bumi ini. Biaya pengiriman kita sangat murah karena akan hanya setara dengan penggunaan telpon lokal beberapa detik saja, tak peduli ke bagian dunia mana kita mengirimkan surat tersebut. Bahkan dengan menggunakan aplikasi seperti telnet kita bisa berkomunikasi secara tertulis dengan orang yang mempunyai akses ke internet di manapun di dunia ini.

Dengan memanfaatkan berbagai aplikasi yang ada dalam jaringan internet, berbagai upaya pendidikan dapat lebih ditingkatkan. Tawaran program pendidikan, penggunaan perpustakaan, akses ke ensiklopedia, penjelajahan penerbitan, dan penelusuran jurnal ilmiah merupakan hal yang mudah diperoleh lewat internet itu.

Bahkan guru bahasa Indonesia bagi penutur asing dapat mengggunakan berbagai sumber tentang Indonesia dan daerah melalui surat kabar atau majalah yang dapat diakses secara cuma-cuma diberbagai homepage, seperti majalah Tempo, surat kabar Republika dan Kompas. Bahan-bahan lainnya dapat diperoleh melalui akses ke berbagai lembaga yang telah memunculkan informasi dan produknya di jaringan internet.

Semua sumber-sumber informasi yang dapat diakses itu memberi peluang bagi guru yang kreatif untuk menciptakan cara baru dalam menyajikan bahan pelajaran. Dari situ juga dapat dilakukan upaya pemilihan bahan utama maupun bahan pelengkap untuk kegiatan belajar mengajar. Bahkan dengan cara tersendiri, guru-guru dapat mengambil bahan tertentu dengan mencetaknya sebagai bahan yang dapat dimodifikasi guna kegiatan belajar-mengajarnya.

Laman APBIPA yang untuk sementara terdapat pada http://www.ikip-bdg.ac.id/~apbipa atau http://www.apbipa.org mencoba antara lain memasukkan berbagai situs BIPA yang segera dapat dirambah oleh para anggotanya. Terdapat bahan substansial yang bisa diakses baik oleh guru maupun oleh pembelajar BIPA lewat internet. Misalnya, SEAsite yang dapat diakses lewat http://www.seasite.niu.edu/ menyediakan latihan interaktif, teks bacaan dengan fasilitas kamus dan pertanyaan pilihan ganda. Ada juga bagian percakapan untuk pemahaman menyimak dan hubungan ke sumber berita dan seni budaya Indonesia. Guru dan pembelajar BIPA dapat pula memperoleh pengajaran tata bahasa dan pelafalan dengan format tradisional terdapat dalam laman Learn Indonesian in Seven Days dalam: http://infoweb.magi.com/~mbordt/bahasa8c.htm yang dikembangkan berdasarkan sebuak buklet sehingga belum mencakupi interaktivitas tetapi cukup berguna untuk menyegarkan pengetahuan.

Bagi guru BIPA yang kekurangan ide, dapat memperoleh bantuan dari rancangan pengajaran terstruktur untuk menciptakan tugas interaktif di laman Ayo, Berselancar Berita Indonesia! dalam http://www.epub-research.unisa.edu.au/

AFMLTA/resgideO.htm, sebuah gambaran kelas kolaboratif berdurasi 5 minggu yang dikembangkan berdasarkan telaahan terhadap koran-koran Indonesia on-line sebagai bahan gagasan yang dapat digunakan bagi pengembangan laman kelas. Di dalamnya ada juga 10 rencana pelajaran berdasarkan telaahan terhadap gunung berapi di Indonesia.

Untuk melengkapi bahan kegiatan belajar-mengajar BIPA kita dapat mengakses berbagai bahan dan informasi lewat Jendela Indonesia di http://www.iit.edu/~indonesia/ dan Academic Internet Resources on Indonesia, The University of Auckland di http://www.auckland.ac.nz/asi/indo/links2.html.

Penutup

Pembelajaran BIPA memerlukan upaya yang beraneka, seperti halnya pembelajaran bahasa asing lainnya. Berbagai variabel turut terlibat di dalam upaya membuat pembelajaran BIPA itu berhasil dengan baik. Bila kita mau memilih variabel kunci dari sekian banyak variabel itu, pilihan akan jatuh pada variabel guru. Guru BIPA yang baik akan menjadi model bagi murid-muridnya. Guru yang baik akan berupaya memanfaatkan segala fasilitas dan peluang yang ada dalam membuat kegiatan belajar-mengajarnya berhasil guna. Termasuk di dalam upaya ini ialah kemauan guru BIPA untuk memanfaatkan berbagai masukan bahasa Indonesia dari berbagai media teknologi, khususnya internet. Dengan itu, kekurangan bahan dan model berbahasa Indonesia akan teratasi.

Referensi

Abdul-Hamied, F. 1988. Keterpelajaran dalam Konteks Pemerolehan Bahasa. Makalah Pertemuan Linguistik Lembaga Bahasa II Unika Atmajaya, Jakarta, 23-24 Agustus.Abdul-Hamied, F. 1997. Pengembangan Pendidikan Bahasa dan Seni lewat Medium Internet. Makalah Seminar Pemanfaatan Internet, FPBS IKIP Bandung 26 Maret 1997.

Alatis, J.E. et.al. (eds). 1981. The second language classroom; directions for the 1980’s.

Bailey, K.M., M.H. Long, & S. Peck (penyunting). 1983. Second Language Acquisition Studies. Rowley: Newbury House Publishers.

Bloomfield, L. 1933, 1966. Language. New York: Holt, Rhinehart and Winston.

Coleman, H. (penyunting). 1996. Society and the Language Classroom. Cambridge: Cambridge University Press.

Dulay, H., M. Burt, & Krashen, S. 1982. Language Two. New York: Oxford University Press.

Felix, U. 1998. Virtual language learning: finding the gems among the pebbles. Melbourne: The National Languages and Literacy Institute of Australia Ltd.

Krashen, S.D. 1982. Principles and Practice in Second Language Acquisition. Pergamon Press.

Ohmae, K. 1995. The end of the nation state. London: Harper Collins Publishers.

Richards, J.C. 1998. Beyond Training. Cambridge: Cambridge University Press.

Sarumpaet, J.P. 1988. Pengajaran Bahasa Indonesia di Australia. Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Shigeru, M. 1988. Keadaan dan Perkembangan Pengajaran dan Sastra Indonesia di Jepang. Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan kebudayaan.

Bahasa dan Sastra Indonesia di Jepang. Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Soedijarto. 1988. Pembinaan Bahasa Indonesia di Luar Negeri sebagai Bagian dari Upaya Diplomasi Kebudayaan: Sebuah Pengalaman dari Republik Federal Jerman (1983-1987). Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Stern, H.H. 1983. Fundamental Concepts of Language Teaching. London: Oxford University Press.

Sumarmo, M. 1988. Keadaan dan Perkembangan Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di Amerika Serikat. Makalah Kongres Bahasa Indonesia V. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Warschauer, M. & Kern, R. (eds.). 2000. Network-based language teaching: concepts and practice. Cambridge: Cambridge University Press.

Posted in Makalah | Leave a Comment »

Anda Ingin Sukses Tes CPNS 2008!!

Posted by wati on February 16, 2009

Anda Ingin Sukses Tes CPNS 2008!! Sudahkan Anda mempersiapkan diri untuk mengikuti tes CPNS 2008?! ………. orang-orang yang dengan IQ tinggi akan tetapi tidak pernah tahu bentuk soal TPA dan lainnya selalu mendapat nilai yang lebih rendah dari pada orang-orang yang pernah melakukan tes ini (DR. Yul Iskandar ) Jangan Sia-Siakan Kesempatan Anda! Persiapan merupakan modal utama kelulusan…. Selamat…!! Anda sangat beruntung telah menemukan website ini… Pertama di Indonesia … EBOOK CPNS 2008 Terlengkap dan Terbaik (12 Seri Paket ebook + 19 Paket Suplemen) Klik ini untuk pendaftaran Apply Download

Posted in Makalah | Leave a Comment »

Download Makalah Konferensi Guru Indonesia 2006

Posted by wati on February 16, 2009

Tema Umum: “Menuju Pendidikan Bermutu “

Hari ke-1, 27 November 2006

Download
(Klik icon PDF untuk mendownload)
Judul Pembicara
Paper Work Makalah
Menuju Sekolah yang Berkualitas

Kurikulum 2006: Anugerah atau Musibah?

Bambang Sudibyo
(Menteri Pendidikan Nasional)

Dwi Sunu W. Pebrianto (Sekolah Ciputra,
Surabaya)

paper work

Meningkatkan Kualitas Guru

Pengembangan Kurikulum

Sunaryo Kartadinata, (Rektor Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung)

Timi Ardiyanti (Guru Sekolah Tiara Bangsa, Jakarta)

pdf

Portokuarto sebagai Strategi Penilaian Alternatif Pemantauan Kemajuan Murid

Konversi Nilai dalam Evaluasi Pendidikan

Andi Nasrum
(Guru SMPN 1 Bulukumba, Sulawesi Selatan)

Tri Budiyono
(Guru SMPN 1 Pamotan, Rembang, Jawa Tengah)

pdf Mengajar: Panggilan Untuk Melayani

Bertumbuh Dari Bawah: Anak-anak SMA di Komunitas CORET

Peter Kenny
(Principal, Renaissance College, Hong Kong)

Nurul Huda S.A.
(Lembaga Kajian Islam dan Sosial, Yogyakarta)

pdf

pdf

Pembelajaran Menulis Model Brown: Dari Memotivasi sampai Membukukan Hasil Karya Siswa

Pembiasaan Membaca dan Menulis: Pengalaman Guru Sosiologi

St. Kartono(Guru SMA Kolese de Britto, Yogyakarta)

Y. Sumardiyanta
(Guru SMA Kolese de Britto, Yogyakarta)

pdf

pdf

Eksplorasi Pedagogis Lahan Basah sebagai Sumber Belajar Konsep-konsep Ekologi dan Pengembangan Hayati di SMA

Peningkatan Kedisiplinan Siswa pada Mata Pelajaran Kimia Melalui Pembelajaran Berpendekatan SETS Disertai Sanksi pada Siswa Kelas X SMA 1 Patean Tahun Ajaran 2005-2006

Herfen Suryati
(Guru SMA Yayasan Pendidikan Vidya Dahana Patra – Bontang, Kalimantan Timur)

Ani Rosiyanti
(Guru SMAN 1 Patean, Kendal, Jawa Tengah)

pdf

pdf

Mengelola Keuangan dan Pendanaan Sekolah

Peningkatan Mutu Pendidikan Melalui Pengembangan Kultur Sekolah Menuju Sekolah Mandiri

Barbara K. Cock(Direktur Eksekutif Sekolah Ciputra, Surabaya)

I Wayan Rika
(Kepala SMAN 4 Denpasar)

pdf

pdf

pdf

pdf

Ujian Nasional: Masihkah Harus Dipertahankan?

Kontradiksi antara Ujian Nasional dengan Prinsip Evaluasi Pembelajaran

Totok Ismawanto(Kepala SMAN 2 Balikpapan)

Wendy Armunando
(Sekolah Global Jaya, Jakarta)

H.A.T. Soegito
(Pjs Rektor Universitas Negeri Semarang)

pdf Implementasi Pendekatan Kontekstual dalam Pembelajaran Fisika Melalui Aksi Lokal Berwawasan Global

Fisika-Dinding (FIDING) sebagai Solusi Mengatasi Keterbatasan Waktu pada Pembelajaran Fisika SMA

Wasis Sucipto
(Guru SMAN 1 Wanadadi, Banjarnegara, Jawa Tengah)

Totok Priyono Bani
(Guru SMA Muhammadiyah 3, Yogyakarta)

pdf

pdf

Pengembangan Pedagogi Berbasis Wacana Argumentatif untuk Pembelajaran Sains

Pendidikan Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat yang Bermuatan Lokal di Gunungkidul, D.I. Yogyakarta

Tatang Suratno
(Guru SMA Dwiwarna, Parung, Bogor, Jawa Barat)

Kisworo
(Guru SMPN 4 Patuk, Daerah Istimewa Yogyakarta)

pdf

Aplikasi Metode Sosiodrama pada Mata Pelajaran Sejarah untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa SMA

Fungsi Simulasi Keterampilan Berpikir terhadap Peningkatan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran

Eko Supraptono
(Guru SMAN 1 Rangkasbitung, Banten)

Bahar Sungkowo(Guru SMP Al Kausar, Babakan Jaya, Parung Kuda, Sukabumi Jawa Barat)

pdf

pdf

pdf

pdf

pdf

pdf

pdf

Perubahan paradigma guru

Pemelajaran Penulisan Esai sebagai Media Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis untuk Siswa Sekolah Menengah Atas

Math Magic

Peranan Seni Tari dalam Menumbuhkembangkan Kreativitas Siswa

Dari Permainan Kimia sampai Praktikum Alternatif Mandiri, Aneka Kreativitas Pembelajaran untuk Mengkondisikan Joyful Learning

Peningkatan Pemahaman Konsep Kalor Jenis Zat Menggunakan Pembelajaran Kreatif dengan Media “Mie Telur Instan”

Menciptakan Lingkungan Belajar yang Efektif

Rekayasa Peraga Fisika Sederhana sebagai Pendukung Pembelajaran Fisika di SMA

Meningkatkan Mutu Pendidikan di Daerah: Alternatif dan Solusi

Agi Rachmat
(Dunamis-FranklinCovey Indonesia)

Pangesti Wiedarti
(Universitas Negeri Yogyakarta)

Slamet Mendung
(Guru SMAN 4 Denpasar)

Melina Surya Dewi (Dosen Institut Kesenian Jakarta)

Minhajul Ngabidin
(Guru SMAN 5 Kupang, Nusa Tenggara Timur)

F.A. Suprapto Mukti Nugroho (Guru SMPN 6 Temanggung, Jawa Tengah)

Kevin McRae & Poppy Novita (Sekolah Global Jaya, Jakarta)

Tjandra Heru Awan (Guru SMAN 10 Malang, Jawa Timur)

PT Murfa Surya Mahardhika

Hari ke-2, 28 November 2006

Download
(Klik icon PDF untuk mendownload)
Judul Pembicara
Paper Work Makalah

Peningkatan Mutu Guru

Kepemimpinan dalam Pengajaran: “Menuju Peningkatan Kualitas Sekolah”

Sumarna Surapranata (Direktur Pembinaan Pendidikan dan Pelatihan, Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan Nasional)

Kenneth J. Cock (Direktur SF Teacher Institute)

MAKALAH-MAKALAH YANG DISAJIKAN DALAM SESI PARALEL INI SAMA DENGAN MAKALAH-MAKALAH YANG DISAJIKAN PADA HARI PERTAMA

Posted in Makalah | Leave a Comment »

Kesehatan Lingkungan

Posted by wati on February 16, 2009

Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM) .

Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan.

Pembangunan sarana sanitasi dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang kegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Hotel, Terminal), tempat pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya.

Didalam memantau pelaksanaan program kesehatan lingkungan dapat dilihat beberapa indikator kesehatan lingkungan sebagai berikut:

  1. Penggunaan Air Bersih
    Untuk tahun 2007 jumlah keluarga yang diperiksa yang memiliki akses air bersih 72,35%. Dari hasil inspeksi sanitasi petugas Puskesmas penggunaan air bersih pada setiap keluarga yang paling tertinggi adalah sumur gali +34,99%, sumur pompa tangan +31,86% ledeng +18,59.
  2. Rumah Sehat
    Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya.

    Pada tahun 2007 telah dilakukan pemeriksaan rumah sehat di 40 wilayah Puskesmas di kab.Tangerang, dari hasil inspeksi sanitasi 560.426 rumah maka 68,34% dinyatakan sehat.

    Dari data yang ada maka program sosialisasi terhadap masyarakat untuk membangun rumah sehat perlu terus dilakukan sehingga pencegahan terhadap perkembangan vektor penyakit dapat diperkecil, demikian pula penyebab penyakit lainnya di sekitar rumah.

  3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar.
    Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan.

    Dari hasil pendataan yang dilakukan oleh sanitasi Puskesmas menggambarkan sampai tahun 2007 dapat digambarkan pada grafik berikut.


    Persentase Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Tahun 2005 dan 2007

    Dari data diatas menunjukkan bahwa tahun 2007 kepemilikan sarana sanitasi dasar di Kab.Tangerang sedikit meningkat dibandingkan tahun 2006, dapat diasumsikan bahwa kondisi ini menunjukan adanya peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya sarana sanitasi dasar.

  4. Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM)
    Makanan termasuk minuman, merupakan kebutuhan pokok dan sumber utama bagi kehidupan manusia, namun makanan yang tidak dikelola dengan baik justru akan menjadi media yang sangat efektif didalam penularan penyakit saluran pencernaan (Food Borne Deseases). Terjadinya peristiwa keracunan dan penularan penyakit akut yang sering membawa kematian banyak bersumber dari makanan yang berasal dari tempat pengolahan makanan (TPM) khususnya jasaboga, rumah makan dan makanan jajanan yang pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan atau sanitasi lingkungan.

    Sehingga upaya pengawasan terhadap sanitasi makanan amat penting untuk menjaga kesehatan konsumen atau masyarakat. Hasil pengawasan terhadap kualitas penyehatan tempat umum dan pengolahan makanan tahun 2007 menunjukan hasil sebagai berikut.

    Hasil Pengawasan TUPM di Kabupaten Tangerang Tahun 2007

    Dari hasil pengawasan makanan dapat diketahui TUPM yang memenuhi syarat sudah diatas 60% dari masing-masing jenis TUPM.

Posted in Makalah | Leave a Comment »